Preloader Logo

Tuai Hasil Panen Cabai Maksimal dengan Persiapan Lahan yang Tepat

Cover Article

Untuk mendapatkan hasil panen cabai yang maksimal, setidaknya ada enam langkah yang perlu mendapatkan perhatian, khususnya pada masa persiapan awal, yaitu sanitasi lahan, pemberian pupuk dasar pada tanah, pembajakan, pembuatan bedengan, pemasangan mulsa, dan pembuatan lubang tanam.  

Persiapan lahan dilakukan untuk mengkondisikan keadaan lahan tempat budidaya cabai sebelum ditanam. Persiapan lahan yang tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan panen.

Untuk penanaman cabai di wilayah gambut, persiapan lahan yang tidak tepat juga bisa meningkatkan kerentanan dan juga emisi di lahan gambut.  

  1. Sanitasi lahan

    Sanitasi atau pembersihan lahan dilakukan di lahan budidaya dan juga di lingkungan sekitar lahan. Sanitasi biasanya mencakup saluran irigasi, drainase, area di dalam parit, dan juga area jalan sekitar lahan. Sanitasi dilakukan dengan membersihkan sisa-sisa tanaman, tumbuhan liar, gulma, atau materi lain seperti bebatuan, kerikil, dan sampah plastik yang berpotensi menghambat pertumbuhan tanaman.  
     
    Teknik sanitasi sendiri beragam, bisa menggunakan teknik manual dengan sarung tangan, teknik mekanis dengan parang, cangkul atau gancu, dan juga teknik kimiawi dengan sprayer dan Alat Perlindungan Diri (APD). Khusus untuk teknik kimiawi, biasanya dilakukan pada lahan berskala luas dengan menggunakan herbisida berbahan aktif isopropilamina glifosat dengan dosis 2 sampai 4 liter per hektar sesuai dengan anjuran pada kemasan.  

  2. Pemberian pupuk dasar

    Sebelum melakukan pengolahan lahan, sebaiknya petani mengecek pH tanah. Jika pH tanah masih rendah, disarankan untuk melakukan pengapuran agar pH tanah menjadi netral. Pada tanaman cabai, pH netral adalah sekitar 5,5-6,8 agar tanaman bisa tumbuh dengan optimal.  
     
    Namun, perlu diketahui jika tanah sudah masam, tidak disarankan melakukan pengapuran bersamaan dengan pemberian pupuk anorganik yang juga bersifat masam, seperti ZA, SK, KCIL, Amonium Sulfat, dan Urea karena bisa menimbulkan reaksi yang dapat menurunkan pH tanah. Sebaiknya, jika ingin melakukan pengapuran bersamaan dengan pupuk anorganik, petani bisa menggunakan pupuk yang mengandung Calsium Amonium Nitrat (CAN). Untuk jenis kapur, disarankan untuk menggunakan Dolomit yang memiliki fungsi ganda, yaitu mengandung kalsium dan magnesium. Pada tanaman cabai, dosisnya 2-4 ton per hektar atau 200-400 gram per meter persegi.

  3. Pembajakan

    Pada budidaya tanaman cabai, sebaiknya melakukan sistem pengolahan tanah sempurna dengan melakukan pembajakan pertama, kedua dan ketiga. Pembajakan pertama dilakukan minimal 4 minggu sebelum penanaman benih cabai dan bersamaan dengan sanitasi lahan dan pemberian pupuk organik. Pada tahap pertama, tanah dibajak hingga gembur sedalam 30-40 cm, tetapi tidak disarankan untuk dibajak terlalu miring karena dapat mengakibatkan erosi saat hujan lebat.  


    Pembajakan kedua dilakukan 1 minggu setelah pembajakan pertama dan bersamaan dengan kegiatan pengapuran seperti yang dibahas di atas. Tahapan kedua ini ditujukan untuk menggemburkan tanah agar siap untuk ditanami. Jika menggunakan bedengan untuk tanaman cabai, pembuatan bedengan dilakukan setelah pembajakan kedua ini.

     
    Pembajakan tanah ketiga dilakukan 2 minggu setelah pembajakan tanah kedua dan dilakukan bersamaan dengan pemberian pupuk dasar dan pemasangan mulsa. Setelah proses selesai, tanah dibiarkan selama 1 minggu sebelum ditanami bibit cabai.  

  4. Pembuatan bedengan 
    Pada tanaman cabai, pembuatan bedengan dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu bedengan lahan kering atau tegalan dan bedengan lahan basah atau sawah. Biasanya, kedua jenis ini dibedakan oleh ukuran tinggi dan lebarnya.  
    Bedengan lahan kering atau tegalan dibuat dengan ukuran lebar 1 m, tinggi 30 cm, dan jarak antar bedengan 30-50 cm dan memuat 2 baris tanaman.  

    Untuk bedengan lahan basah atau lahan sawah dibuat lebih lebar dan tinggi dibandingkan di lahan kering, yaitu dengan ukuran lebar lebih dari 1 meter dengan lebar maksimal 1,5 m, tinggi 50 cm, dan jarak antar bedengan 30-50 cm. seperti halnya bedengan lahan kering, bedengan ini juga memuat 2 baris tanaman.

  5. Pemasangan mulsa

    Pemasangan mulsa dilakukan untuk mempertahankan laju infiltrasi atau resapan air ke dalam tanah. Semakin besar lanju infiltrasi, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya genangan air dan juga banjir. Pemasangan mulsa juga ditujukan untuk menjaga suhu, kelembapan tanah, dan mengurangi penguapan air saat musim kemarau.  
    Pemasangan mulsa bisa dengan mulsa organik atau plastik hitam perak. Untuk mulsa organik, disarankan untuk menggunakan 10 ton perhektar mulsa jerami dan dipasang 2 minggu setelah penanaman.

  6. Pembuatan lubang tanam

    pembuatan lubah tanam apat dilakukan setelah selesai pengolahan lahan. Jika menggunakan mulsa plastik, pembuatan lubang tanam dilakukan menggunakan alat pelubang mulsa dengan diameter 7,5 cm. Jika tidak, pembuatan lubang tanam dilakukan dengan cara ditugal sedalam 5-7 cm.